
Penulis: Olivier Johannes Raap
Tradisi serta kebudayaan yang menyelimuti kehidupan penduduk Pulau Jawa, dari usia muda sampai tua bahkan hingga meninggal, terungkap lewat kartu pos kuno. Kartu pos yang terbuat dari foto-foto menarik di masanya, merekam sejarah-sejarah kecil yang kerap dianggap remeh-temeh. Bersama 140 lebih koleksi kartu pos, yang dikelompokkan dalam 10 bab, yaitu Cantik & Tampan, Pernikahan, Keluarga Bahagia, Anak & Pendidikan, Si Kaya & Si Miskin, Kesenian, Perayaan, Permainan, Manusia & Hewan, dan Pemakaman, disertai penjelasan-penjelasan informatif, penulis Olivier Johannes Raap mengajak pembaca buku ini kembali ke satu abad silam untuk menyaksikan suka-duka di Jawa tempo dulu.
Pada buku ini, penulis secara khusus memilih tema yang berkaitan dengan sosial budaya, dan juga dengan emosi. Dari 10 bab, ada 9 yang berkaitan dengan emosi sukacita, kegiatan bersuka ria, dan 1 bab khusus dukacita karena menceritakan tentang hal-hal yang berkaitan dengan pemakaman. Di hampir seluruh kategori, anak-anak selalu menikmati hidup, apapun keadaannya, walaupun ada juga beberapa anak yang dipaksa bekerja dan terpaksa dinikahkan di usia sangat muda. Tak lupa, wanita sebagai makluk ciptaan Tuhan yang indah, juga menghiasi banyak bab. Dari rakyat jelata sampai putri keraton, kita dapat melihat kecantikan klasik alami para perempuan di Pulau Jawa dari berbagai suku bangsa. Kesenian mendapat tempat khusus di buku ini. Diceritakan mengenai kesenian yang ada di Pulau Jawa, yang mungkin saja generasi zaman kini sudah tidak kenal lagi.
Banyak sumber referensi yang mendukung keterangan dalam setiap narasi yang diberikan di setiap gambar kartu pos. Penulis menjelaskan pakaian yang dikenakan, ekspresi dan posisi orang dalam foto, hingga benda-benda yang tampak. Olivier akan mengantar Anda juga untuk menyelami latar belakang sisi sosial dan budaya secara lebih detil. Buku ini enak untuk dibuka-buka maupun juga untuk dibaca. Gambar-gambarnya sangat menarik untuk dilihat dan menyenangkan untuk dipakai sebagai bahan pelajaran maupun bahan hiburan semata baik bagi generasi tua maupun muda.
Semua kartu pos diproduksi dari foto-foto karya beberapa fotografer ternama dan banyak juga dari fotografer anonim. Namun semua foto merupakan karya profesional yang indah. Sebagian besar dari ilustrasi merupakan hasil karya Kassian Céphas, fotografer pribumi yang pertama, dan anaknya Sem Céphas. Di bagian introduksi buku terdapat biografi singkat Kassian dan Sem Cephas, dan di beberapa narasi, gaya pemotretan dan tata pose model-modelnya dibahas. Sebagai penutup buku, sebuah epilog berjudul Relasi Kebudayaan, Lalu dan Kini ditulis dengan menarik oleh Cahyadi Dewanto, fotografer dan pengajar di STSI (Sekolah Tinggi Seni Indonesia Bandung) yang sejak 2005 mengerjakan proyek foto dokumenter Kassian Cephas: “Jejak-jejak sang fotografer Kassian Cephas”.
Olivier Johannes Raap lahir 5 Oktober 1966 di Grootschermer, sebuah desa kecil di Belanda, dikelilingi kincir angin dan sapi. Waktu musim panas, selalu berada di desa kakek dan nenek, La Bastide-de-Sérou di Perancis. Di usia muda, terserang penyakit asma, maka dokter menyarankan untuk belajar alat musik tiup untuk melatih paru-paru. Dengan senang hati, Olivier belajar antara lain suling, oboe, dan fagot, dan sejak usia 12 tahun dia suka mencari uang saku sebagai pengamen, sekalipun dengan melawan kehendak orang tua. Setelah lulus dari sekolah menengah, dia melanjutkan pendidikan di universitas di Delft di bidang arsitektur. Saat ini dia bekerja sebagai pedagang buku di Den Haag. Walaupun sudah menjadi orang kota, ingatan masa kecil masih sering menimbulkan perasaan yang menyenangkan terhadap suasana pedesaan. Hobinya bertualang, bersepeda, memasak, musik klasik, baca buku, mempelajari sejarah, dan koleksi barang antik.
Tahun 1998 Olivier berkunjung ke Indonesia untuk pertama kalinya sebagai turis, dan mendapati pengalaman bahwa iklim tropis berkhasiat pada penyakit asma. Kemudian, entah sudah berapa kali ia mengunjungi Indonesia untuk belajar bahasa dan sejarahnya. Rasa cintanya khusus untuk Pulau Jawa, yang sudah ia anggap sebagai rumah kedua, telah menghasilkan dua buku. Pada April 2013 karya pertamanya, Pekerdja di Djawa Tempo Doeloe, terbit, yang pada November 2013 dilanjutkan ke Soeka-Doeka di Djawa Tempo Doeloe. Kedua buku diberi ilustrasi dengan foto dan kartu pos kuno dari koleksi Olivier sendiri.
Respon dan antusiasme para pembaca luar biasa. September 2013, acara bedah buku “Pekerdja di Djawa Tempo Doeloe” digelar di enam kota di Jawa, yaitu Magelang, Kediri, Madiun, Surabaya, Bandung, dan Jakarta, yang ramai dikunjungi, dan tidak terlepas dari peran media cetak. Dikatakan bahwa Olivier berbeda dibanding para sejarawan dari Belanda yang di Indonesia, hanya menghadiri seminar dan workshop di universitas. Ia penulis publik yang secara langsung berani berkunjung ke banyak tempat dan sejumlah orang banyak di Jawa.
Sekarang buku ketiga sedang dalam persiapan: Djeladjah Perkotaan di Djawa Tempo Doeloe. Di Indonesia, Olivier biasanya dipanggil Mas Oli.